Cerita Tama, Mendulang Hoki dari Mesin Kopi

Berawal dari coba-coba dan tanpa modal

Bunga api dari pengelasan memercik
Disusul deru mesin kompresor
Di dalam ruangan, Tama tampak sibuk
Bergelut dengan solder obeng dan lainnya

Menyelesaikan perbaikan mesin espresso milik pelanggan

“Ngopi bang,” sapa laki-laki pemilik nama lengkap Septiawan Pratama itu kepada IDN Times.

Tama langsung bergegas menggiling kopi. Kemudian langsung diseduh dan disajikannya.

“Ini dari mesin yang dulunya sudah terduduk. Sudah padam. Tapi saya servis lagi,” imbuh Tama memulai obrolannya.

Sambil mengobrol, Tama tetap memperhatikan beberapa pekerjanya yang tengah merakit mesin roasting atau penyangrai kopi. Ada tiga mesin roasting yang tengah dirakit di halaman bengkel yang berada di Jalan Marelan III, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Di dalam ruangan bengkel, sejumlah mesin pembuat espresso tergeletak.

Saat asyik mengobrol, telepon berbunyi. Ternyata dari salah satu konsumennya di Kabupaten Tapanuli Selatan. “Udah mau selesai mesinnya ini bang. Perbaikannya sedikit saja,” kata Tama.

1. Reparasi mesin kopi berawal dari coba-coba

Cerita Tama, Mendulang Hoki dari Mesin KopiTama melakukan perbaikan mesin espresso di bengkel kecil miliknya di kawasan Kecamatan Medan Marelan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Tama mulai bercerita bagaimana dia memulai usaha reparasi mesin kopi. Saat itu seorang rekan datang ke rumahnya dan bercerita soal mesin espresso miliknya  yang rusak pertengahan 2019. Saat itu Tama juga bingung. Namun Tama penasaran. Seperti apa rupa mesin itu.

Tama lalu datang ke tempat rekannya di kawasan Jalan Pondok Kelapa, Medan. Dibongkarnya mesin roasting itu.

“Saya lihat, sistem pengoperasiannya simpel. Saya bawalah ke rumah mesin tadi. Saya  coba pelajari dan servis. Akhirnya berhasil diperbaiki,” ujar Tama.

Selang beberapa waktu, rekannya datang lagi. Kali ini mengadu soal mesin penyangrainya yang rusak. Tama kembali mencobanya.

“Saat itu saya memperbaikinya cuma untuk bantu teman. Enggak pernah kepikiran itu jadi peluang usaha. Bisa jadi cuan,” imbuhnya.

Temannya lantas meminta supaya mesin roasting-nya tidak diperbaiki. Namun dia meminta Tama untuk membuatkan mesin roasting. Tama kian penasaran. Lantas mereka mencoba mencari contoh mesin roasting. Membongkar lalu mempelajari sistem operasinya.

Saat itu, Tama berbelanja bahan-bahan yang disesuaikannya dengan mesin roasting contekannya tadi. Namun Tama bingung. Dia belum bisa melakukan pengelasan untuk menyatukan bahan. Dia kemudian memanggil rekannya yang ahli pengelasan.

Rampunglah mesin roasting pertamanya. Setelah dicoba, fungsinya baik. Nyaris menyamai kualitas mesin bermerek dan berharga tinggi.

“Itu hasil bongkar bolak-balik. Karena saya memang awalnya tidak mengerti soal dunia kopi ini. Bagaimana hasil roasting yang bagus, saya juga tidak tahu. Mesin pertama itu saya bikin selama satu bulan. Hingga akhirnya selesai juga. Hasilnya cukup memuaskan,” ungkapnya.

Saat itu, Tama belum mematok harga. Dia hanya meminta pengganti pembelian bahan dan jasa pengelasan rekannya.

Barulah dia berpikir untuk memulai usaha. Dia membuka bengkel kecil-kecilan di rumahnya.

2. Percaya diri memulai usaha tanpa modal

Cerita Tama, Mendulang Hoki dari Mesin KopiTama juga membuat mesin roasting kopi dengan harga yang ekonomis. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Keuntungan dari hasil pembuatan mesin roasting dibelanjakan Tama untuk peralatan. Bor, mesin las, kompresor dan peralatan bengkel lainnya. Meskipun belum lengkap total, dia mulai percaya diri menjalankan usaha reparasi mesin kopi. Usaha itu dimulainya tanpa modal. Tekad laki-laki kelahiran 1990 itu kian bulat. Meski usahanya dimulai tanpa modal.

“Saya punya prinsip. Buka usaha tanpa modal itu keren. Jadi ada nanti yang diceritakan untuk anak cucu. Prinsipnya saat itu, biar saja pelanggan yang memodali kita,” katanya.

Tama kemudian kembali menghubungi rekannya yang pertama kali memintanya membuat mesin penyangrai. Dia kemudian meminta dicarikan orang yang mau dibuatkan mesin penyangrai. Mesin itu dijadikannya sebagai sampel.

“Masuklah satu konsumen lagi. Minta bikinkan mesin roasting kapasitas dua kilogram. Selesai mesin itu, saya panggil teman saya tadi untuk mencoba hasil roasting kopinya. Karena saya waktu itu belum paham bagaimana kualitas roasting yang baik. Jadi temanku itu kujadikan sebagai quality control untuk mesin yang udah jadi,” ujarnya.

Berjalan waktu, orderan mesin roasting terus berdatangan. Begitu juga dengan reparasi mesin pembuat espresso. Bahkan ada yang membeli mesin baru kemudian dioprek oleh Tama supaya performanya tambah bagus. Konsumennya mulai dari pemakaian pribadi hingga kafe-kafe besar. Pemasarannya hanya mengandalkan dari mulut ke mulut.

Baca Juga: Langka dan Termasuk Termahal di Dunia, Ini 4 Fakta Menarik Kopi Geisha

3. Banyak yang tidak percaya karena Tama pasang tarif rendah

Cerita Tama, Mendulang Hoki dari Mesin KopiTama juga membuat kontainer untuk UMKM kuliner dengan harga yang ekonomis. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Bengkel Tama kian dikenal. Mesin-mesin espresso yang rusak atau sekedar perawatan sederhana terus berdatangan.

Pertumbuhan coffee shop yang kian masif menjadi peluang. Bahkan, pelanggan dari luar provinsi juga mempercayakan mesin mereka kepada Tama. Begitu juga dengan orderan pembuatan mesin roasting.

Dalam dua tahun terakhir, ratusan mesin espresso dan grinder (penggiling) kopi sembuh di tangannya.  Begitu juga dengan ratusan mesin roasting, sudah ke luar dari bengkelnya.

Sampai saat ini Tama tidak pernah memasang tarif mahal untuk biaya reparasi. Bahkan, beberapa pelanggan sempat tidak percaya. Karena biasanya, untuk memperbaiki mesin espresso ataupun roasting sudah pasti berbiaya mahal.

“Pernah ada yang memperbaiki mesin espresso-nya. Jadi itu merek mahal. Saya perbaiki. Kemudian biayanya hanya Rp60 ribu. Gak percaya orangnya. Karena belum dilihat mesinnya, dikira saya teknisi abal-abal. Yah saya bilang, memang harga komponen yang diganti itu murah. Jadi bayarnya murah. Bahkan kita kasih garansi lagi,” katanya.

Biasa, mesin yang datang ke bengkel Tama kondisinya sudah parah. Jika dilihat secara umum, kondisinya tidak mungkin diselamatkan. Tama juga pernah memperbaiki mesin espresso mati yang sudah dijadikan akuarium ikan. Kondisi-kondisi seperti ini yang membuat Tama semakin tertantang.

Dengan kemampuannya di bidang otomotif, Tama lebih mudah mencari akar kerusakan mesin. Dari situ dia kemudian merunut sistem operasionalnya. Barulah dicari siasat untuk menanggulangi kerusakan. Komponen yang digunakan juga sederhana dan berbiaya murah. Tak jarang, Tama sering membuat sendiri jika komponennya tidak tersedia atau pun sudah langka.

Untuk membuat mesin roasting pun dia membeli bahan dengan harga yang relatif murah. Namun dia tetap berusaha membuat kualitas yang mumpuni. Untuk membuat satu mesin roasting, Tama memanfaatkan besi dan plat metal campuran aluminium yang lebih tahan dengan berbagai kondisi. Bahan-bahan ini juga lebih tahan terhadap korosi. Bahan yang bercampur aluminium juga lebih mudah untuk dibentuk.

Satu mesin roasting Tama, dibanderol mulai dari harga Rp20 jutaan. Tergantung kapasitas kopi yang bisa diproduksi. Harga ini berbanding jauh ketimbang mesin bermerek yang bisa mencapai ratusan juta.

Tama kian mengembangkan usahanya. Selain membuat mesin roasting, dia juga merakit kontainer untuk usaha kulineran.

“Kalau yang kontainer ini, ada orderan baru kita bikin. Mana tau bisa jadi peluang cuan juga,” ungkapnya.

Untuk membuat kontainer, dia memanfaatkan baja ringan sebagai rangkanya. Kemudian plat aluminium sebagai penutupnya. Kontainer itu di cat dengan ragam warna supaya menarik. Beberapa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sudah menggunakan kontainer hasil produksinya. Begitu juga usaha warung kopi yang juga tengah dirintis Tama tak jauh dari bengkelnya.

4. Bikin usaha untuk buka peluang lapangan kerja bagi penganggur

Cerita Tama, Mendulang Hoki dari Mesin KopiPara pekerja di bengkel Tama tengah merampungkan pengerjaan mesin roasting. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dari bengkel sederhananya itu, Tama sebenarnya punya misi. Dia ingin membuka peluang lapangan kerja bagi para penganggur.

“Beberapa pekerja itu datang ke rumah. Ada yang punya kemampuan ngelas dan lainnya. Mereka pengangguran. Ada  juga yang kena PHK dari kerjaan. Kemudian datang untuk kerja. Sederhananya, sistem kita pakai bagi hasil. Sehingga mereka semakin semangat untuk belajar dan berinovasi,” ungkapnya.

Tama juga tidak pernah menutup kesempatan bagi orang yang mau belajar. Dia ingin kelak orang-orang yang bekerja bersamanya bisa membuka usaha sendiri.  

“Jadi kalau ada yang sudah mampu untuk membuka sendiri itu bagus. Kita gak pernah takut akan menjadi saingan. Justru itu satu prestasi. Karena rezeki itu gak akan tertukar. Sudah ada masing-masing,” ungkapnya.

5. Usaha reparasi mesin kopi jadi titik balik

Cerita Tama, Mendulang Hoki dari Mesin KopiTama tengah merampungkan pengerjaan mesin roasting. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Matahari mulai beranjak ke Barat. Tama mengajak untuk melihat usaha warung kopi kecilnya. Di sana dia melanjutkan obrolan soal bagaiamana bisa terjun ke usaha reparasi mesin kopi.

Kehidupan Tama berputar 360 derajat setelah membuka usaha bengkel mesin kopi. Jauh sebelum ini, sudah banyak pekerjaan pernah dilakoninya.

Tama sempat menimba ilmu di Universitas Medan Area (UMA). Namun tidak lulus karena terkendala biaya. Kemudian dia pernah menjadi montir sepeda motor mulai dari 2008 hingga 2013.

Lepas menjadi montir, Tama mencoba peruntungan menjadi penagih utang. Pekerjaan ini yang dianggap menjadi dinamika hidupnya paling kencang. Meski mendapat uang yang cukup banyak, namun hasilnya sama sekali tidak terlihat.

“Saya berjudi enggak, narkoba enggak, tapi uangnya gak nampak. Padahal itu banyak. Aneh kan,” ungkapnya.

Dari situ Tama mulai banyak merenung. Suatu malam, Tama tidak sengaja menonton ceramah seroang ulama di kanal Youtube. Dia pun heran, kenapa dia bisa mendengarkan ceramah dengan durasi yang panjang. Banyak pesan yang diambilnya dari ceramah itu. Hingga akhirnya malam itu juga dia memutuskan berhenti dari pekerjaan debt collector.

“Itu 2018. Saya berhenti untuk menenangkan diri,” ungkapnya.

Setelah berhenti, kehidupannya bergejolak. Bahkan untuk biaya makan sehari-hari saja dia kesulitan. Namun Tama tidak patah arang.

Tama sempat berjualan parfum untuk menafkahi keluarganya. Sampai pada akhirnya dia bisa membuka bengkel.

Dari bengkel itu, perekonomian Tama kian membaik. Ini dianggapnya sebagai titik balik. Bahkan dia sudah bisa memiliki rumah untuk tempat tinggal istri dan dua anaknya dari usahanya itu.

Perlahan tapi pasti, Tama punya visi membangun pesantren dari hasil bengkel mesin kopinya. Dia ingin pesantren itu mendidik anak-anak menjadi lebih baik.

“Saya cuma punya cita – cita, bisa meninggal dan dimakamkan di pesantren saya kelak,” pungkasnya.

Baca Juga: Mengejar Keseimbangan Kopi di Circle Concordia Coffee Medan

Topik:

  • Doni Hermawan
  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya